Pengertian Kode Etik Jurnalistik
Jurnalistik dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan kewartawanan. Sedangkan, seseorang yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan.Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bab 1 ketentuan umum pasal 1 point 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan para jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam melaksanakan kegiatannya, para jurnalis dituntut untuk mematuhi kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan oleh dewan pers. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bab 1 ketentuan umum pasal 1 point 14 menjelaskan bahwa kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Pengertian kode etik jurnalistik tersebut diartikan sebagai seperangkat aturan atau norma-norma profesi kewartawanan.Keberadaan kode etik jurnalistik ini menjadi tanggung jawab bagi para jurnalis yang akan menyampaikan informasi secara benar dan akurat. Akan tetapi, wartawan tidak boleh menyampaikan berita yang bersifat dusta atau fitnah dan tidak akurat kepada masyarakat.
Di antara muatan Kode Etik Jurnalistik adalah:
KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
PERTANGGUNGJAWABAN
Bahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan. Kaitannya dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak media cetak yang memuat berita atau gambar yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan sosial yang religius. Namun walau demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, sehingga batasan-batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan, menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun norma/aturan hukum yang ada.
Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan bahwa “Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”. Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang memuat larangan tentang iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.
Pertanggungjawaban dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang wartawan terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa keberpihakan tersebut tampaknya telah menjadi trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
Seorang wartawan hendaknya menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan, dengan meneliti kebenaran dan akurasinya sebelum menyiarkannya serta harus memperhatikan kredibiltas sumbernya. Di dalam menyusun suatu berita hendaknya dibedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampurbaurkan antara keduanya, termasuk kedalamnya adalah obyektifitas dan sportifitas berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab, serta menghindari cara-cara pemberitaan yang dapat menyinggung pribadi seseorang, sensasional, immoral dan melanggar kesusilaan. Penyiaran suatu berita yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara, fitnahan, pemutarbalikan suatu kejadian adalah merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik.
Menanggapi besarnya kesalahan yang dapat ditimbulkan dari proses/cara pemberitaan serta menyatakan pendapat di atas, maka dalam kode etik jurnalistik diatur juga mengenai hak jawab dan hak koreksi, dalam artian bahwa pemberitaan/penulisan yang tidak benar harus ditulis dan diralat kembali atas keinsafan wartawan yang bersangkutan, dan pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan untuk menjawab dan memperbaiki pemberitaan dimaksud.
SUMBER BERITA
Seorang wartawan diharuskan menyebut dengan jujur sumber pemberitaan dalam pengutipannya, sebab perbuatan mengutip berita gambar atau tulisan tanpa menyebutkan sumbenya merupakan suatu pelanggaran kode etik. Sedang dalam hal berita tanpa penyebutan sumbernya maka pertanggung jawaban terletak pada wartawan dan atau penerbit yang bersangkutan.
KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya. Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode etiknya.
sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/httpthiamanies-blogspot-com201012kode-etik-jurnalistik-html/
http://umrikebo.blogspot.com/2008/05/penerapan-kode-etik-jurnalistik-dalam_21.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar